Selasa, 11 Januari 2011

korupsi

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu,,
Pernah dalam suatu hari, saat piket masak, aku memperhatikan sikap aneh tak biasa dari salah satu temanku sesama tim masak. Biasanya, dia yang paling semangat mengincipi masakan apapun. Entah itu nyemil kerupuk, nyuil lauk yang sudah matang, nyobain kuah. Pokoknya ada aja deh.

Suatu hari itu, dia tidak incip sama sekali. Iseng aku tanya, "tumben kamu nggak incip-incip? Biasanya suka banget".

Pelan dia menjawabku, "pengen sekali-kali melatih diri nggak korupsi Wy, masa' korupsi terus". Heeee... Bahasanya :-D

@ @ @

Di kesempatan yang lain, saat kami lagi mendapat rizki cemilan dan dibagi oleh teman yang senior, kami sempat melihat teman yang membagi tadi, diam-diam ngantongin beberapa bungkus jajan yang hendak dibagi. Kebetulan aku yang memergoki ulahnya itu, kugoda dia, "hayooo, kyai kok korupsi", seniorku itu hanya tersenyum nyengir kuda, tapi tetap saja jajannya itu dia embat.

@ @ @

Cerita yang lain, dari kisah para seniorku yang telah pulang dan aku hanya dengar cerita. Dulu, ada salah satu senior yang setiap jam makan selalu datang terlambat dan dia nimbrung di nampan yang anggotanya masih belum lengkap (tradisi pesantren, makan bersama satu nampan 3 orang). Namun dia, meski datang terlambat, tetapi selalu selesai dan berdiri terlebih dahulu saat yang lain belum selesai.

Ketika ditanya akan kebiasaan itu, beliau dengan polos menjawab, "aku hanya takut makan jatahnya teman, lebih baik aku berdiri dulu".

Ironis, di waktu yang juniornya kini, termasuk aku, pada momentum yang sama, --padahal kita sudah maem jatah kita, tapi masih kerap belum puas (ya masih lapar juga)--, mencari peluang dengan ngembat jatahnya teman yang lain (walau mereka memang tidak makan).

Atau, kadang jatah satu nampan yang biasanya buat 3 orang, di maem dengan rakus berdua saja.

Meski tentu semuanya di kalangan kami, hal itu dianggap maklum dan sama-sama saling ridho, ya akhirnya selamat deh, nggak jadi korupsi :-D (yang jadi perkara besar kan kalau ada yang nggak rela)..

@ @ @

Mental korupsi, kalimat itu yang tiba-tiba terlintas di benakku, apakah seperti ini ya mental bangsa kita? Pantesan dari atas ke bawah, sama saja.

Pikirku, kalau yang mengerti agama saja berani begitu, walau hanya kecil-kecilan, bagaimana yang tak terdidik agama dan tatakrama dengan baik? Yang dikepalanya hanya berpikir keuntungan dan materi saja?..

Korupsi, apapun jenisnya, meski hanya sejumput beberapa helai bulu ternak (sebagaimana yang digambarkan sendiri oleh Nabi) adalah perbuatan yang sangat terlarang oleh agama dan diancam hukuman pedih kelak di hari pembalasan.

Penyebab utama korupsi adalah tentu karena tidak adanya rasa Wara' (menjauhkan diri dan berusaha mengekang nafsu dari berbuat dosa) di hati. Kurangnya taqwa, ketakutan pada Allah.

Andai di hati terpatri rasa ini, ada Wara', maka tak akan pernah seseorang itu mengambil hak orang lain.

Harus kita akui, kerap kita menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan pada kita, untuk kepentingan pribadi kita. Semisal kita mendapat kepercayaan jadi pengurus apa gitu. Fasilitas yang tidak seharusnya buat pribadi, malah kita pakai buat kepentingan sendiri, dengan dalih, ah sedikit aja kok, nggak apa-apa.

Iya, pertama kecil-kecilan, lama-lama entar? Bisa korupsi beneran kalau dibiar-biarin, na'udzu billah deh.
Kita sama sekali lupa, dan tak bisa meneladani, bagaimana sikap salaf sholeh dahulu kita.

Diceritakan, bahwa Umar bin Abdil Aziz, pada suatu malam di istananya sedang berbincang persoalan kenegaraan dengan salah satu menterinya. Usai pembahasan soal itu, sang menteri bertanya soal keluarga dan keseharian Khalifah, ngobrol lah.

Tiba-tiba beliau mematikan seluruh lilin yang tadi menerangi ruang kerjanya, sang menteri tentu heran dan bertanya akan tindakan aneh Khalifah.
Dengan bijak beliau menjawab, "tadi kan kita membahas soal negara, jadi tidak apa-apa kita pakai lilin-lilin itu. Lha sekarang kan kita ngobrol santai, ya nggak boleh lah kita pakai fasilitas negara."

Nah, masih adakah teladan seperti ini di kalangan kita? Alhasil, catatan ini, sama sekali tidak menyinggung para pejabat, atau orang-orang kantoran dan yang berhubungan dengan duit. Tapi lebih ke kita sendiri, mesti kita koreksi lagi diri kita terlebih dahulu (sebelum menilai orang).

Kalau kita masih suka ngambil jatah yang semestinya bukan hak kita, meski cuma satu butir permen, atau hal yang remeh temeh lah, berarti masih ada mental korupsi dalam diri kita. Ini yang harus kita hilangkan.

Hooo? Jangan-jangan, kenapa demo korupsi sama sekali tak ada pengaruhnya? Apa karena yang mendemo juga masih suka korupsi kecil-kecilan ya? :-D wallahu a'lam deh

Akhir catatan, dalam hukum Fiqih, jika orang mencuri, maka harus dipotong tangannya (tentu dengan persyaratan-persyaratan khusus). Tapi kalau korupsi, tak ada hukuman itu. Hanya saja seorang koruptor, hukumannya di ta'zir, direhabilitasi, dan ta'zirannya itu, bisa dengan dibunuh..
na'udzubillahi mindzalik T_T



Artikel Terkait:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar