Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.
”Pak, saya mau mengambil tabungan,” kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
”O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?”
”Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak buru-buru.
””Mau ambil berapa?” tanya saya.
”Enam ratus ribu, Pak.””Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?”
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.
”Sayamau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yangdi tangan, cukup untuk beli satu kambing.” 40Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya.
Bahkan dia mengulangi kata katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan,
mungkin YuTimah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.
”Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu.
Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban.
Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dar isaudara-saudara kita yang lebih berada.
Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?”
”Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.”
”Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.
”Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri,dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang. Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri.
Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Kanjeng Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah hajiyang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu.Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji,namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidakkau belikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikankambing kurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kaliini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudahberbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar