Senin, 10 Januari 2011

Belum Haji Sudah Mabrur

Ini kisah tentang Yu Timah. Siapakah dia? Yu Timah adalah tetangga kami. Dia salahseorang penerima program Subsidi Langsung Tunai (SLT) yang kini sudah berakhir. YuTimah adalah penerima SLT yang sebenarnya. Maka rumahnya berlantai tanah, berdindinganyaman bambu, tak punya sumur sendiri. Bahkan status tanah yang di tempati gubuk YuTimah adalah bukan milik sendiri.Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah. Dia sebatangkara. Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta.Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaranpembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royongmembuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itudidirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangatmiskin itu.Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasibungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampungkami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidupbertahun-tahun.Kemarin Yu Timah datang ke rumah saya. Saya sudah mengira pasti dia mau bicarasoal tabungan. Inilah hebatnya. Semiskin itu Yu Timah masih bisa menabung di bankperkreditan rakyat syariah di mana saya ikut jadi pengurus. Tapi Yu Timah tidak pernah maudatang ke kantor. Katanya, malu sebab dia orang miskin dan buta huruf. Dia menabungRp5.000 atau Rp10 ribu setiap bulan. Namun setelah menjadi penerima SLT Yu Timah bisasetor tabungan hingga Rp 250 ribu. Dan Saldo terakhir Yu Timah adalah Rp 650 ribu.Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya.
Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.
”Pak, saya mau mengambil tabungan,” kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.
”O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup. Bagaimana bila Senin?”
”Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak buru-buru.
””Mau ambil berapa?” tanya saya.
”Enam ratus ribu, Pak.””Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?”
Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu.
”Sayamau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yangdi tangan, cukup untuk beli satu kambing.” 40Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya.
Bahkan dia mengulangi kata katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan,
mungkin YuTimah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.

”Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu.
Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban.
Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dar isaudara-saudara kita yang lebih berada.
Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?”
”Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.”
”Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.
”Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri,dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang. Setelah Yu Timah pergi, saya termangu sendiri.
Kapankah Yu Timah mendengar, mengerti, menghayati, lalu menginternalisasi ajaran kurban yang ditinggalkan oleh Kanjeng Nabi Ibrahim? Mengapa orang yang sangat awam itu bisa punya keikhlasan demikian tinggi sehingga rela mengurbankan hampir seluruh hartanya? Pertanyaan ini muncul karena umumnya ibadah hajiyang biayanya mahal itu tidak mengubah watak orangnya. Mungkin saya juga begitu.Ah, Yu Timah, saya jadi malu. Kamu yang belum naik haji, atau tidak akan pernah naik haji,namun kamu sudah jadi orang yang suka berkurban. Kamu sangat miskin, tapi uangmu tidakkau belikan makanan, televisi, atau pakaian yang bagus. Uangmu malah kamu belikankambing kurban. Ya, Yu Timah. Meski saya dilarang dokter makan daging kambing, tapi kaliini akan saya langgar. Saya ingin menikmati daging kambingmu yang sepertinya sudahberbau surga. Mudah-mudahan kamu mabrur sebelum kamu naik haji.



Artikel Terkait:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar