Al Qur'an adalah firman Allah SWT yang di dalamnya terkandung ayat-ayat yang mengatur kehidupan manusia di dunia agar bisa dijadikan petunjuk mencapai keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Al Qur'an pun tidak hanya membahas muamalah dan akidah saja, tetapi juga membahas ilmu-ilmu alam atau biasa disebut ayat qouniyah.
Hukum islam yang kedua adalah hadits, yang di dalamnya berisi perkataan dan perbuatan Rasulullah saw. Salah satu hal yang dibahas dalam hadits adalah hal najis. Di dalam Fiqih, disebutkan bahwa najis terbagi tiga:
1. Najis mukhafafah, yaitu najis ringan yang cara mensucikannya cukup dengan memercikan air di atasnya.
Contoh: air kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan kecuali ASI.
2. Najis mutawasitoh, yaitu najis sedang yang cara mensucikannya dengan dibersihkan najisnya terlebih dahulu kemudian dibasuh dengan air.
Contoh: madzi, air kencing selain yang telah disebutkan di atas, tinja, dan lain-lain.
3. Najis mughalladzah, yaitu najis berat yang cara mensucikannya dengan dibersihkan menggunakan air tujuh kali dan salah satunya menggunakan tanah.
Contoh: air liur anjing.
Hal ini didasarkan pada hadist riwayat Muslim: "Bersihnya bejana seseorang di antara kalian bila dijilat anjing adalah apabila dibasuh tujuh kali basuhan pertama dicampur dengan tanah."
Mengapa pada bejana atau benda bila terkena jilatan anjing harus dicuci tujuh kali dan salah satunya dengan tanah?
Pada dasarnya, ketetapan najis bagi air liur anjing ini dipandang dari dimensi yang bersifat ritual, bukan rasional, sehingga tidak harus ada alasan logisnya. Dimensi akal masih jauh dari kesempurnaan untuk menganalisis secara detail tentang najisnya air liur anjing. Memang, agama tidaklah diukur dengan akal.
Sayidina Ali mengatakan: "Andaikan agama diukur dengan akal, maka mengusap sisi bawah muzah (sepatu) lebih utama daripada mengusap sisi atasnya. Dan Rasulullah saw telah mengusap di atas dua sepatu." (HR. Abu Dawud)
Namun, ilmu pengetahuan telah memecahkan masalah ini. Para peneliti yang mengkaji masalah ini berhasil membuktikan bahwa air liur anjing mengandung berbagai kuman (bakteri) penyebab penyakit. Bakteri tersebut dapat masuk dan menyerang organ dalam manusia melalui sistem terbuka. Resiko tertular penyakit kian besar apabila terkena gigitan anjing.
Anjing yang kecil dan manis mungkin hanya meninggalkan luka kecil ketika menggigit manusia. Meski lukanya tak kasat mata, tetap dianjurkan untuk segera diobati ke dokter. Karena luka gigitan dapat menjadi jalan masuk bagi kuman-kuman berbahaya yang berkembang biak pada liur anjing. Gigitan anjing paling tidak melubangi jaringan kulit dan menjadi pintu masuk kuman.
Korban harus memperoleh perawatan dokter minimal dengan diberi suntikan anti tetanus . Bahaya anjing tidak hanya pada liurnya saja. Menurut peneliti dari Universitas Munich, memelihara anjing meningkatkan resiko kanker payudara. Resiko mengidap kanker pun menjadi lebih besar dengan memelihara anjing dibanding memelihara hewan piaraan lain seperti kucing dan kelinci.
Sebanyak 79,7 % penderita kanker payudara ternyata sering bercanda dengan anjing, di antaranya dengan memeluk, mencium, menggendong, memandikan, dan semua aktivitas perawatan anjing. Hanya 4,4 % pasien yang tidak memiliki hewan peliharaan. Di Norwegia, 53,3% dari 14.401 pemilik anjing mengidap kanker.
Ternyata kanker pada anjing dan manusia disebabkan oleh virus yang sama yaitu: mammary tumor virus (MMTV). Binatang piaraan lain membawa bibit kanker, tetapi karena tipenya berbeda maka tak mudah menular pada manusia. Untuk itu sebaiknya hindari kontak langsung dengan anjing. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, "Mengapa menggunakan debu (tanah) untuk mensucikannya?"
Pertanyaan seperti itu pasti terlintas di benak kita. Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam Ibanatul ahkam, mengkategorikan perintah Rasulullah saw itu sebagai bagian dari mukjizat. Beliau menjelaskan bahwa riset ilmuan membuktikan bahwa, air liur anjing mengandung mikroba atau bibit penyakit, sehingga jika objek yang terkena air liur anjing dicuci dengan sabun, maka tidak menjamin bersih dari mikroba.
Untuk mematikan kuman tersebut, harus dengan cara ditaburi tanah atau debu yang dicampur dengan air. Cara ini terbukti ampuh berdasarkan riset laboratorium yang di masa Rasulullah saw belum ada. Suatu ketika, mantan presiden Repulik Indonesia, Soekarno, pernah mengatakan bahwa pada zaman sekarang kita tidak perlu lagi menyamak, atau membasuh tujuh kali yang di antaranya dicampur dengan debu apabila terkena najis kelas berat.
Menurutnya, cukup menggunakan sabun. Pendapatnya ditentang oleh para ulama Indonesia pada waktu itu. Para ulama tersebut meminta presiden untuk melakukan eksperimen guna membuktikan mana yang lebih relevan; penggunaan sabun atau dengan debu. Maka dilakukanlah eksperimen dengan sampel dua benda yang telah dijilat oleh anjing. Satu dicuci dengan sabun, dan yang satu lagi dibersihkan dengan debu.
Setelah itu, kedua benda tadi diperiksa dengan mikroskop elektron. Hasilnya didapati bahwa, benda yang dibasuh dengan sabun masih mengandung kuman hasil jilatan anjing. Sebaliknya, benda yang dibersihkan dengan debu sangat bersih dan terbebas dari kuman. Di sini, yang perlu ditegaskan kembali adalah, bahwa tolak ukur najisnya anjing dan babi adalah dimensi ritual menurut pandangan syariah, bukan dimensi akal.
Oleh sebab itu, proses pensucian najis mughalladzah tetap mengacu pada proses yang bersifat ritual pula, sehingga kedudukan tanah di sini tidak bisa diganti dengan sejenis cairan pembersih apa pun. Begitu juga hitungan berapa kali pencuciannya: bersifat formal-ritual, dan paten untuk diikuti apa adanya.
Maha Suci Allah dengan segala kekuasaan-Nya. Sungguh, apa-apa yang ditetapkan Allah, ada manfaat yang bisa diambil.
Terima kasih. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum wr wb…
Nice share...
BalasHapusback link please